Tuesday, November 05, 2019

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGAWASAN PEMILU

Tulisan ini telah dimuat di Kolom Detikdotcom dengan judul: Memperkuat Pengawasan Pemilu.
Link: https://news.detik.com/kolom/d-4107093/memperkuat-pengawasan-pemilu

Pemilu bagi Negara Indonesia adalah sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden yang pelaksanaannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permasalahan krusial yang dihadapi dalam penyelengaraan pemilu dari tahun ke tahun antara lain: Daftar Pemilih (proses pemutakhiran data pemilih), sistem pemilu (ambang batas dan alokasi kursi), keberpihakan (intervensi) rezim, pelanggaran dalam berkampanye, netralitas aparatur dan manipulasi perolehan suara.

Untuk mewujudkan sistem pemilu yang ideal bagi Negara Indonesia, telah diadakan beberapa kali perubahan Undang-undang yang mengatur Penyelenggaraan Pemilu. Bahkan pada UUD 1945 melalui amandemen yang telah dilakukan sebanyak 4 kali, di antaranya bertujuan untuk memperkuat landasan penyelenggaraan Pemilihan umum di Indonesia. Pada dasarnya, perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap UUD dan UU tersebut adalah untuk meletakkan dasar-dasar pelaksanaan demokrasi (pemilu) yang ideal bagi Bangsa Indonesia.

Undang-undang yang digunakan sebagai landasan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 adalah UU No. 7 Tahun 2017. Undang-undang ini merupakan penggabungan dari 3 Undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Penyelenggara Pemilu. Kodifikasi (penggabungan) ketiga Undang-undang tersebut bertujuan untuk menyederhanakan sistem pemilu agar efektif dan efisien, serta menjamin konsistensi dan kepastian hukum dalam pengaturan penyelenggaraan pemilu Indonesia.

Dalam UU No 7 Tahun 2017, yang dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu. Ketiga lembaga ini mempunyai fungsi masing-masing dalam penyelenggaraan pemilu, KPU dalam hal ini sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang melaksanakan pemilu, Bawaslu dalam hal ini sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang mengawasi penyelenggaraan pemilu, dan DKPP adalah lembaga yang menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Pengawasan

Menurut UU No 7 Tahun 2017, pengawasan penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Yang dimaksud dengan pengawasan pemilu adalah kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses penyelenggaraan pemilu sesuai peraturan perundang-undangan (dikutip dari Perbawaslu No. 2 Tahun 2015).

Tujuan pengawasan pemilu adalah memastikan terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai pemilu secara menyeluruh; mewujudkan pemilu yang demokratis; dan menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil pemilu.

Dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemilu, saat ini lembaga pengawas pemilu (Bawaslu) mempunyai struktur organisasi yang berada pada tingkat nasional hingga sampai kepada TPS yang mempunyai tugas pengawasan penyelenggaraan pemilu sesuai dengan tingkatannya. Bawaslu RI terdiri dari 5 orang anggota, Bawaslu Provinsi 5 atau 7 orang anggota, Bawaslu Kabupaten/ Kota 3 atau 5 orang anggota, Panwaslu Kecamatan 3 orang anggota, Panwaslu Kelurahan/ Desa 1 orang anggota dan Pengawas TPS 1 orang anggota pada setiap TPS.

Jumlah sumber daya manusia pengawas pemilu yang ada saat ini, dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya telah mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, apabila dikaitkan dengan tugas, fungsi, dan kewajiban kelembagaan maka sumber daya pengawas pemilu saat ini masih kurang dari yang diharapkan.

Terlebih jika dikaitkan dengan objek pengawasan pemilu, maka sumber daya manusia pengawas pemilu tidak seimbang dengan jumlah objek pengawasan pemilu tersebut. Perlu diingat bahwa pada Pemilu 2019, Partai Politik Peserta Pemilu Nasional dan Lokal ada sebanyak 20 partai yang akan memperebutkan 575 kursi DPR RI, 2.207 kursi DPRD Provinsi, 17.610 kursi DPRD Kabupaten/Kota dan 136 kursi DPD. Apabila semua parpol mencalonkan sesuai dengan jumlah kursi, maka ada ratusan ribu caleg

Dengan kekurangan sumber daya manusia pengawas pemilu tersebut, maka perlu ada strategi untuk dapat meng-cover seluruh objek pengawasan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Solusi Alternatif

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu adalah pengawasan penyelenggaraan pemilu yang melibatkan masyarakat secara luas dalam mengawasi jalannya tahapan pemilu. Pengawasan partisipasi masyarakat dapat menjadi solusi alternatif bagi Lembaga Pengawas Pemilu untuk menggerakkan seluruh potensi masyarakat dalam pengawasan pemilu agar berjalan lancar dan sukses.

Menurut Perludem, adanya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu adalah bentuk dari penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya. Kegiatan pengawasan/pemantauan ini juga merupakan upaya kontrol dari publik untuk menjaga suara dan kedaulatan rakyat di dalam penyelenggaraan negara.

Dari sisi peraturan perundangan, menurut UU No 7 Tahun 2017, partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu diperlukan dalam rangka melakukan pencegahan pelangggaran pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu. Dengan demikian pengawasan partisipatif masyarakat dijamin dan diatur dalam undang-undang.

Bentuk partispasi masyarakat dalam pengawasan pemilu dapat dilakukan dengan pemantauan, penyampaian laporan awal dan/atau informasi awal temuan dugaan pelanggaran, kajian, pengawasan kampanye pengawasan, dan bentuk-bentuk lain yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, berdasarkan pemikiran terbatasnya sumber daya lembaga pengawas pemilu, masih banyaknya pelanggaran pemilu dan mandat yuridis, maka Bawaslu dengan jajarannya perlu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu.

Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu adalah mendorong secara aktif agar masyarakat tersadarkan untuk terlibat dalam pengawasan pemilu; menyediakan informasi yang memadai untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi tentang pengawasan pemilu; menyiapkan sarana atau fasilitas yang mudah bagi masyarakat untuk menyampaikan informasi, pengaduan, dan/atau laporan pelanggaran pemilu.

Tuesday, August 22, 2017

Download UU No 7 Tahun 2017 disini...

Undang Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 Diundangkan dan Resmi Berlaku 


Setelah melalui pembahasan yang alot dan panjang di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), akhirnya Undang undang tentang Pemilihan Umum disahkan oleh DPR pada tanggal 21 Juli 2017 dalam Rapat Paripurna.

Undang undang Pemilu tersebut ditandatangani oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada tanggal 16 Agustus 2017 dan resmi diundangkan dalam lembaran negara sebagai Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Menurut Ketua KPU, Arief Budiman, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu resmi digunakan sejak tanggal 21 Agustus 2017.

Berikut isi dari UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu:

Download dengan cara meng-klik dan mengikuti tautan yang tersedia









Tuesday, February 03, 2015

APBD Harus Berdampak Langsung untuk Rakyat

Meskipun sempat dibayang-bayangi sanksi dari Mendagri, APBD DKI Jakarta 2015 akhirnya dapat disahkan. Diketahui, Pemprov DKI telah ditegur oleh Kemendagri atas keterlambatan pengesahan APBD yang tidak sesuai dengan tenggat waktu. Menurut UU 23/2014, APBD disahkan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember.

Kordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM, mengingatkan agar pelaksanaan APBD tersebut dapatdirealisasikan Pemprov dengan maksimal. Selain maksimal dalam pencapaian pendapatan, diharapkan maksimal dalam penyerapan. Lebih penting lagi adalah meminimalisir kesalahan dan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian. Temuan-temuan BPK pada pelaksanaan anggaran sebelumnya dijadikan pembelajaran supaya tidak mengulangi kesalahan pada hal-hal yang sama.

“Sebelumnya, dua kali berturut-turut realisasi APBD rendah. Target pendapatan dan penyerapan tidak maksimal. Semoga pada tahun ini realisasi bisa mencapai di atas 95 persen. Gubernur dan Kepala Dinas harus bekerja keras. DPRD juga harus maksimal melakukan pengawasan”, kata Sahat DM dalam siaran persnya.

APBD DKI ditetapkan sebesar Rp. 73, 08 T. Dengan postur APBD DKI 2015 yang telah disahkan, sewajarnya Masyarakat Jakarta dapat merasakan langsung manfaatnya. Program-program unggulan seperti mengatasi macet, banjir, tersedianya sarana angkutan umum yang memadai dan nyaman, pelayanan pendidikan dan kesehatan, penataan permukiman dan penyediaan RTH harus dikelola dengan baik agar berdampak secara signifikan.

“APBD sebesar itu sudah seharusnya terasa langsung manfaatnya kepada masyarakat. Rakyat Jakarta menantikan realisasi janji Jokowi-Ahok dulu dalam konsep Jakarta Baru menyelesaikan masalah banjir, macet dan permasalahan lainnya. Sampai saat ini belum terasa ada perubahan secara signifikan, sementara masa kerja sudah lebih separuh berjalan”, pungkas Sahat DM.


Sunday, January 25, 2015

DPRD DKI DIHIMBAU SOSIALISASI PROLEGDA

DPRD DKI Jakarta beberapa hari yang lalu telah menetapkan 17 rancangan peraturan daerah sebagai agenda Prolegda Tahun 2015. Dari pembahasan Baleg, 24 raperda yang diusulkan oleh pemerintah, disetujui dan ditetapkan 13 raperda ditambah 4 raperda inisiatif DPRD menjadi program legislasi daerah.

Kordinator Komite Pemantau dan pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM, menganjurkan agar raperda tersebut segera disosialisasikan dan disebarluaskan. Dengan tersosialisasi secara luas, maka masyarakat dapat terlibat aktif dalam memberi masukan.

“Raperda yang akan dibahas sebaiknya segera disosialisasikan dan disebarluaskan. Dengan tersosialisasi secara luas ke masyarakat, khususnya pihak yang terkait dari isi perda tersebut, mereka dapat mengetahui dan mempunyai kesempatan memberi masukan”, ujar Sahat DM di Jakarta (23/1).

Sahat DM berharap agar setiap rancangan peraturan daerah yang akan dibahas dapat diakses dengan mudah. Masyarakat harus mendapatkan kemudahan untuk mengakses informasi isi rancangan perda secara terbuka dan transparan. Keterbukaan dan transparansi ini sudah menjadi sebuah keharusan mengingat adanya hak masyarakat tentang keterbukaan informasi publik.

“Website resmi yang dimiliki oleh DPRD maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat digunakan menyebarluaskan rancangan perda tersebut. Pengelola website DPRD harus aktif meng-update informasi di http://www.dprd-dkijakartaprov.go.id  tersebut, karena merupakan satu-satunya media dari DPRD DKI yang mudah untuk dijangkau dan diakses masyarakat”, pungkas Sahat DM.

Menurut aturan perundang-undangan tentang Pembentukan Perda, Permendagri No 1 Tahun 2014 Pasal 106 menyebutkan, Penyebarluasan dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Perda, pembahasan Rancangan Perda, hingga Pengundangan Perda. Penyebarluasan sebagaimana dimaksud dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan

Sedangkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perda No 10 Tahun 2013, pada Pasal 46 dicantumkan: Masyarakat berhak untuk memperoleh atau mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terhadap rencana penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dan berhak untuk menyampaikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Peraturan Daerah baik pada tahap perencanaan, penyusunan, dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

Lihat beritanya di:
http://wartaharian.co/berita/11-metropolitan/21324-dprd-dki-dihimbau-sosialisasi-prolegda.html
http://korankota.co.id/index.php/web/berita/METRO-JAKARTA%20PUSAT/12415/dprd-dki-dihimbau-sosialisasi-prolegda    

KP3I Jakarta Persoalkan “Anggaran Siluman” Rp 8,8 Triliun di RAPBD DKI 2015


Munculnya anggaran siluman sebesar 8,8 Triliun pada RAPBD DKI 2015 disayangkan oleh Kordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM. Penganggaran secara tiba-tiba tersebut merupakan bentuk “tidak taat asas” pada peraturan penyusunan APBD. Akibatnya pun semakin memperburuk citra kelembagaan DPRD DKI.
“Tidak bisa tiba-tiba titip pokir disaat sudah memasuki pembahasan rancangan APBD. Itu tidak taat asas. Seharusnya UU 23 Tahun 2014 dan Pedoman Penyusunan APBD 2015 dalam Permendagri No 37 tahun 2014 diikuti dan dijalankan dengan baik mengingat DKI telah mendapat peringatan dari Mendagri karena terlambat mengesahkan APBD”, kata Sahat DM dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi (Senin, 19/1).
Menurut Sahat DM, Anggota Dewan memang mempunyai tugas untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran kepada pemerintah dalam mempersiapkan RAPBD. Pokir diatur dalam PP No 16 Tahun 2010 tetapi harus disampaikan 5 bulan sebelum APBD ditetapkan, karena pokir tersebut menjadi rumusan rancangan awal RKPD.
Anggaran untuk program yang muncul tiba-tiba pada saat pembahasan Rancangan APBD dapat dituding anggaran siluman karena tanpa melalui perencanaan penyusunan APBD yang proses perencanaannya cukup panjang. Diawali dengan penyusunan RKPD yang menjadi landasan penyusunan KUA PPAS, maka KUA PPAS diajukan untuk mendapat persetujuan bersama. Setelah KUA PPAS disetujui bersama selanjutnya disusun RKA dan mengusulkan rancangan perda APBD untuk dibahas dan disahkan bersama oleh Pemerintah dan DPRD.
“Tetapi pembahasan dan penetapan APBD ini kan merupakan bagian dari politik anggaran, dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah dan DPRD. Pemerintah mengajukan, DPRD memberikan masukan kemudian disetujui bersama dan disahkan. Karena itu seharusnya tidak perlu dibuat kisruh sebelum dibicarakan bersama oleh kedua belah pihak”, ujar sahat.
Lebih lanjut sahat mengatakan agar pimpinan DPRD segera memberikan klarifikasi. “Karena menyangkut nama baik kelembagaan, maka DPRD harus mengklarifikasi apakah usulan tersebut memang usulan resmi atau dari oknum yang bermain dalam penyusunan anggaran untuk mencari keuntungan dari uang rakyat”, pungkasnya.

lihat juga beritanya di:
http://www.suarajakarta.co/news/politik/kp3i-jakarta-dprd-dki-tidak-taat-asas-membahas-apbd/
http://citraindonesia.com/kp3i-persoalkan-anggaran-siluman-rp-88-triliun-di-rapbd-dki-2015/
http://korankota.co.id/index.php/web/berita/METRO-JAKARTA%20PUSAT/12324/kp3i-jakarta-dprd-dki-tidak-taat-asas-bahas-apbd

Search This Blog