Tuesday, February 03, 2015

APBD Harus Berdampak Langsung untuk Rakyat

Meskipun sempat dibayang-bayangi sanksi dari Mendagri, APBD DKI Jakarta 2015 akhirnya dapat disahkan. Diketahui, Pemprov DKI telah ditegur oleh Kemendagri atas keterlambatan pengesahan APBD yang tidak sesuai dengan tenggat waktu. Menurut UU 23/2014, APBD disahkan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember.

Kordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM, mengingatkan agar pelaksanaan APBD tersebut dapatdirealisasikan Pemprov dengan maksimal. Selain maksimal dalam pencapaian pendapatan, diharapkan maksimal dalam penyerapan. Lebih penting lagi adalah meminimalisir kesalahan dan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian. Temuan-temuan BPK pada pelaksanaan anggaran sebelumnya dijadikan pembelajaran supaya tidak mengulangi kesalahan pada hal-hal yang sama.

“Sebelumnya, dua kali berturut-turut realisasi APBD rendah. Target pendapatan dan penyerapan tidak maksimal. Semoga pada tahun ini realisasi bisa mencapai di atas 95 persen. Gubernur dan Kepala Dinas harus bekerja keras. DPRD juga harus maksimal melakukan pengawasan”, kata Sahat DM dalam siaran persnya.

APBD DKI ditetapkan sebesar Rp. 73, 08 T. Dengan postur APBD DKI 2015 yang telah disahkan, sewajarnya Masyarakat Jakarta dapat merasakan langsung manfaatnya. Program-program unggulan seperti mengatasi macet, banjir, tersedianya sarana angkutan umum yang memadai dan nyaman, pelayanan pendidikan dan kesehatan, penataan permukiman dan penyediaan RTH harus dikelola dengan baik agar berdampak secara signifikan.

“APBD sebesar itu sudah seharusnya terasa langsung manfaatnya kepada masyarakat. Rakyat Jakarta menantikan realisasi janji Jokowi-Ahok dulu dalam konsep Jakarta Baru menyelesaikan masalah banjir, macet dan permasalahan lainnya. Sampai saat ini belum terasa ada perubahan secara signifikan, sementara masa kerja sudah lebih separuh berjalan”, pungkas Sahat DM.


Sunday, January 25, 2015

DPRD DKI DIHIMBAU SOSIALISASI PROLEGDA

DPRD DKI Jakarta beberapa hari yang lalu telah menetapkan 17 rancangan peraturan daerah sebagai agenda Prolegda Tahun 2015. Dari pembahasan Baleg, 24 raperda yang diusulkan oleh pemerintah, disetujui dan ditetapkan 13 raperda ditambah 4 raperda inisiatif DPRD menjadi program legislasi daerah.

Kordinator Komite Pemantau dan pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM, menganjurkan agar raperda tersebut segera disosialisasikan dan disebarluaskan. Dengan tersosialisasi secara luas, maka masyarakat dapat terlibat aktif dalam memberi masukan.

“Raperda yang akan dibahas sebaiknya segera disosialisasikan dan disebarluaskan. Dengan tersosialisasi secara luas ke masyarakat, khususnya pihak yang terkait dari isi perda tersebut, mereka dapat mengetahui dan mempunyai kesempatan memberi masukan”, ujar Sahat DM di Jakarta (23/1).

Sahat DM berharap agar setiap rancangan peraturan daerah yang akan dibahas dapat diakses dengan mudah. Masyarakat harus mendapatkan kemudahan untuk mengakses informasi isi rancangan perda secara terbuka dan transparan. Keterbukaan dan transparansi ini sudah menjadi sebuah keharusan mengingat adanya hak masyarakat tentang keterbukaan informasi publik.

“Website resmi yang dimiliki oleh DPRD maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat digunakan menyebarluaskan rancangan perda tersebut. Pengelola website DPRD harus aktif meng-update informasi di http://www.dprd-dkijakartaprov.go.id  tersebut, karena merupakan satu-satunya media dari DPRD DKI yang mudah untuk dijangkau dan diakses masyarakat”, pungkas Sahat DM.

Menurut aturan perundang-undangan tentang Pembentukan Perda, Permendagri No 1 Tahun 2014 Pasal 106 menyebutkan, Penyebarluasan dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Perda, pembahasan Rancangan Perda, hingga Pengundangan Perda. Penyebarluasan sebagaimana dimaksud dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan

Sedangkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perda No 10 Tahun 2013, pada Pasal 46 dicantumkan: Masyarakat berhak untuk memperoleh atau mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terhadap rencana penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dan berhak untuk menyampaikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Peraturan Daerah baik pada tahap perencanaan, penyusunan, dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

Lihat beritanya di:
http://wartaharian.co/berita/11-metropolitan/21324-dprd-dki-dihimbau-sosialisasi-prolegda.html
http://korankota.co.id/index.php/web/berita/METRO-JAKARTA%20PUSAT/12415/dprd-dki-dihimbau-sosialisasi-prolegda    

KP3I Jakarta Persoalkan “Anggaran Siluman” Rp 8,8 Triliun di RAPBD DKI 2015


Munculnya anggaran siluman sebesar 8,8 Triliun pada RAPBD DKI 2015 disayangkan oleh Kordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Jakarta, Sahat DM. Penganggaran secara tiba-tiba tersebut merupakan bentuk “tidak taat asas” pada peraturan penyusunan APBD. Akibatnya pun semakin memperburuk citra kelembagaan DPRD DKI.
“Tidak bisa tiba-tiba titip pokir disaat sudah memasuki pembahasan rancangan APBD. Itu tidak taat asas. Seharusnya UU 23 Tahun 2014 dan Pedoman Penyusunan APBD 2015 dalam Permendagri No 37 tahun 2014 diikuti dan dijalankan dengan baik mengingat DKI telah mendapat peringatan dari Mendagri karena terlambat mengesahkan APBD”, kata Sahat DM dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi (Senin, 19/1).
Menurut Sahat DM, Anggota Dewan memang mempunyai tugas untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran kepada pemerintah dalam mempersiapkan RAPBD. Pokir diatur dalam PP No 16 Tahun 2010 tetapi harus disampaikan 5 bulan sebelum APBD ditetapkan, karena pokir tersebut menjadi rumusan rancangan awal RKPD.
Anggaran untuk program yang muncul tiba-tiba pada saat pembahasan Rancangan APBD dapat dituding anggaran siluman karena tanpa melalui perencanaan penyusunan APBD yang proses perencanaannya cukup panjang. Diawali dengan penyusunan RKPD yang menjadi landasan penyusunan KUA PPAS, maka KUA PPAS diajukan untuk mendapat persetujuan bersama. Setelah KUA PPAS disetujui bersama selanjutnya disusun RKA dan mengusulkan rancangan perda APBD untuk dibahas dan disahkan bersama oleh Pemerintah dan DPRD.
“Tetapi pembahasan dan penetapan APBD ini kan merupakan bagian dari politik anggaran, dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah dan DPRD. Pemerintah mengajukan, DPRD memberikan masukan kemudian disetujui bersama dan disahkan. Karena itu seharusnya tidak perlu dibuat kisruh sebelum dibicarakan bersama oleh kedua belah pihak”, ujar sahat.
Lebih lanjut sahat mengatakan agar pimpinan DPRD segera memberikan klarifikasi. “Karena menyangkut nama baik kelembagaan, maka DPRD harus mengklarifikasi apakah usulan tersebut memang usulan resmi atau dari oknum yang bermain dalam penyusunan anggaran untuk mencari keuntungan dari uang rakyat”, pungkasnya.

lihat juga beritanya di:
http://www.suarajakarta.co/news/politik/kp3i-jakarta-dprd-dki-tidak-taat-asas-membahas-apbd/
http://citraindonesia.com/kp3i-persoalkan-anggaran-siluman-rp-88-triliun-di-rapbd-dki-2015/
http://korankota.co.id/index.php/web/berita/METRO-JAKARTA%20PUSAT/12324/kp3i-jakarta-dprd-dki-tidak-taat-asas-bahas-apbd

PEMPROV DKI DITENGARAI KURANG MEMPRIORITASKAN PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN



Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta sampai saat ini tak kunjung mensahkan Peraturan Daerah tentang Kepemudaan. Hal ini terungkap berdasarkan usulan raperda yang diajukan oleh eksekutif kepada legislatif sebagai Prolegda tahun 2015. Dari 24 raperda, tidak terdapat rancangan perda tentang kepemudaan. Padahal tuntutan adanya perda kepemudaan tersebut telah terus menerus didorong oleh para aktivis dan pimpinan organisasi pemuda di Jakarta.

Hal tersebut sangat disayangkan oleh Sahat Dohar Manullang, seorang Aktivis Pemuda di Jakarta, ketika ditanyai pendapatnya. Menurut Sahat, Perda Kepemudaan tersebut menjadi landasan hukum bagi Pemprov DKI untuk mensinergikan peningkatan pelayanan terhadap pembangunan kepemudaan mengingat begitu kompleksnya persoalan pemuda di Kota Jakarta.

“Permasalahan Kepemudaan di Jakarta itu sangat kompleks sehingga dibutuhkan segera landasan hukum untuk menyelesaikannya. Perda Kepemudaan akan menjadi kekuatan hukum dan landasan yang kuat bagi pemerintah provinsi dki jakarta dalam meningkatkan pembangunan dan pelayanan kepemudaan. Kalau tidak disahkan juga, itu mengindikasikan keberpihakan dan kepedulian kepada Pemuda Jakarta kurang”, kata Sahat kepada Suara Jakarta (Senin, 22/12/14).

Masih menurut Sahat, yang saat ini Wakil Ketua DPD KNPI di Provinsi DKI Jakarta,  dengan adanya Perda Kepemudaan maka kordinasi berbagai sektor ataupun SKPD yang melaksanakan urusan pembangunan kepemudaan akan lebih terarah dan terkordinir. Apabila pembangunan kepemudaan terkordinir dengan baik maka efektifitas dan efesiensi dapat ditingkatkan karena program-programnya tepat sasaran. Dengan demikian, keberhasilan pembangunan kepemudaan di Jakarta pun dapat terukur dan terlaksana dengan baik.

“Pemerintah DKI Jakarta mempunyai beberapa SKPD yang mempunyai tanggung jawab dan urusan dalam pembangunan kepemudaan. SKPD tersebut selama ini masing-masing memprogramkan pelayanan kepemudaan tanpa kordinasi yang jelas sehingga program tindak lanjutnya pun tidak jelas. Disinilah pentingnya Perda Kepemudaan agar Pembangunan Kepemudaan di Jakarta dapat dilaksanakan secara terarah dan terukur”, tukas Sahat.

Sementara itu, menurut Undang-undang Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009, pada pasal 11 disebutkan bahwa Pemerintah daerah mempunyai tugas menetapkan kebijakan di daerah serta mengoordinasikan pelayanan kepemudaan. Selanjutnya pada pasal 30 mewajibkan pemerintah untuk melakukan koordinasi strategis lintas sektor untuk mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan kepemudaan. Koordinasi strategis lintas sektor tersebut meliputi: program sinergis antar sektor dalam hal penyadaran, pemberdayaan, serta pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan pemuda, kajian dan penelitian tentang persoalan pemuda, kegiatan mengatasi dekadensi moral, pengangguran, kemiskinan, dan kekerasan serta narkoba.

Mengingat pentingnya aturan tentang penataan urusan pembangunan kepemudaan ini, Sahat berpendapat meskipun pemerintah tidak mengusulkan Perda Kepemudaan, masih ada jalan untuk melahirkan Perda Kepemudaan di Tahun 2015. Sahat yang pernah menjadi Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) DKI Jakarta tersebut, mengusulkan agar DPRD DKI Jakarta menggunakan hak inisiatifnya dalam penyusunan Perda.

“Ada baiknya DPRD DKI Jakarta mendengarkan tuntutan dari para pimpinan organisasi kepemudaan di Jakarta yang secara terus menerus mengusulkan adanya perda kepemudaan. Karena itu, DPRD DKI Jakarta sebagai saluran aspirasi rakyat Jakarta dapat menggunakan hak inisiatif yaitu mengusulkan Perda Kepemudaan dan memasukkannya dalam Prolegda 2015”, pungkas Sahat.

Sumber:
http://suarajakarta.co/news/politik/pemprov-dki-kurang-prioritaskan-pembangunan-kepemudaan/
www.beritabatavia.com/detail/2014/12/22/6/23090/pemprov.dki.kurang.peduli.pembangunan.kepemudaan
http://citraindonesia.com/knpi-desak-ahok-sahkan-perda-kepemudaan/
http://korankota.co.id/index.php/web/berita/METRO-JAKARTA%20BARAT/11595/pemprov-dki-kurang-prioritaskan-pembangunan-kepemudaan
http://www.rmol.co/read/2014/12/22/184214/1/Ahok-Kurang-Peduli-pada-Pemuda-Jakarta
http://nemukabar.com/2014/12/pemprov-dki-ditengarai-kurang-memprioritaskan-pembangunan-kepemudaan.html
http://rakyatsulsel.com/ahok-kurang-peduli-pada-pemuda-jakarta.html

Search This Blog